Laman

Rabu, 24 Februari 2010

Rabies, Penyakit Tertua Di Dunia

Harian SUARA KARYA, 14 Desember 1989

Kalau ada teka-teki mengenai penyakit apa yang paling tua dan paling mengerikan di dunia, mungkin banyak orang akan menjawab kusta. Tidak banyak orang tahu bahwa sebetulnya dari bukti-bukti sejarah yang ada, penyakit rabies merupakan Penyakit tertua. Disamping itu akibat yang ditimbulkan serta cara penularannya yang cepat, rabies lebih mengerikan daripada kusta.
Kalau rabies kurang dikenal maka mungkin karena penderitanya selalu cepat meninggal, sehingga tidak sempat diceritakan orang atau karena orang yang terkena rabies bertingkah laku seperti orang gila sehingga orang lebih mengaitkannya dengan penyakit jiwa atau hal-hal berbau tahayul.
Tetapi tentu bukan karena alasan di atas saja kalau Universitas Airlangga pada perayaan lustrum ke VII-nya, mengadakan simposium nasional mengenai rabies dan veteriner, Sabtu, 18 November yang lalu. Rabies sampai sekarang masih menjadi tantangan bagi para dokter karena belum ada obat yang mampu menyembuhkannya dan karena vaksin yang ada masih mempunyai efek sampingan yang besar.

Apa itu rabies?
Rabies adalah penyakit radang otak dan selaput otak akut yang disebutkan virus bernama Lyssa, termasuk dalam famili Rhabdoviridae. Penyakit ini bersifat zoonosa maksudnya penyakit hewan yang dapat ditularkan ke manusia. Biasa disebut penyakit anjing gila karena yang lebih sering terkena memang anjing dan perilaku anjing yang bersangkutan sangat mengenaskan misalnya rnenggigit badannya sendiri sehingga bak anjing gila.
Namun sebetulnya penyakit ini dapat menyerang semua hewan mamalia seperti kera, anjing, domba, kambing, kerbau, sapi dan kuda.
Rabies sudah ada sejak abad 23 SM yaitu pada jaman Raja Hamurabi dari Kerajaan Babilonia. Dalam kitab Pre Mosie Ehsnuna Code atau kitab undang-undang itu disebutkan bahwa apabila anjing tidak dikurung atau diberongsong mulutnya, kemudian menggigit orang sampai meninggal, maka pemiliknya akan didenda sebanyak 25 uang Perak atau 40 shekel. Bila yang menjadi korban adalah budak belian, dendanya lebih murah yaitu 15 shekel.
Pada abad 5 dan 4 SM, dua filsuf yaitu Demokrates dan Aristoteles menggambarkan penyakit rabies baik pada hewan maupun manusia, dengan gamblang. Abad 1 SM, pemikir lain yaitu Celcius menjelaskan lagi bahwa manusia, seperti juga hewan, sangat peka terhadap rabies. Celcius merupakan orang pertama yang menganjurkan pembakaran (cauterization) luka bekas gigitan anjing gila.
Kapan rabies mulai menjalar di Indonesia tidak diketahui dengan pasti. Yang jelas, sejak masuknya agama Hindu, sudah ada istilah rabash yang berarti rabies. Secara resmi, kasus pertama baru dilaporkan oleh Esser di 1884 pada kerbau, lalu Pening tahun 1889 pada anjing. Rabies pada manusia pertama kali dilaporkan Eilers de Haan di tahun 1894, yaitu yang menyerang seorang anak di Palimanan, Cirebon.
Dari Jawa Barat, penyakit ini terus menyebar luas ke daerah Jawa lainnya, ke Sumatera dan kemudian Kalimantan dan akhirnya 20 Propinsi terjangkit. Daerah yang masih babas dari rabies adalah Bali, NTB, NTT, Timtim, Maluku, Irian Jaya dan Kalimantan Barat serta pulau Madura dan pulau-pulau di sekitar Sumatera.

Cara penularan dan gejala klinis
Di atas tadi sudah disebutkan bahwa rabies menular kepada manusia melalui gigitan binatang pengidap penyakit. Lalu bagaimana kita, tahu hewan tersebut menderita rabies? Kita, bisa mengamati perilaku hewan yang bersangkutan. Biasanya hewan tersebut selalu gelisah, menggaruk-garuk tubuhnya, dan seringkali juga menggigit badannya sendiri, liurnya meleleh terus karena susah menelan. Ada sementara hewan yang kemudian menjadi galak, matanya liar dan nyalang. Namun ada juga yang menjadi murung dan menutup diri hingga kelihatan dungu. Biasanya hewan yang bersangkutan mati dalam jangka 2-7 hari setelah gejala klinis pertama terlihat.
Gejala penyakit anjing gila pada manusia diawali dengan sakit kepala, panca indra lebih peka terhadap segala rangsangan, bekas luka gigitan hewan terasa gatal dan nyeri. Penderita juga selalu merasa haus tetapi bila hendak minum timbul kekejangan sehingga tidak bisa menelan. Akhirnya penderita menjadi ketakutan terhadap air (hydrophobia). Pada stadium berikutnya penderita susah bernafas, berteriak-teriak menyedihkan (sehingga orang menyebutnya melolong seperti anjing), melompat-lompat dan merobek-robek pakaiannya sendiri.
Umumnya penderita, akan meninggal 6 hari setelah terlihat gejala penyakit karena lumpuhnya otot-otot pernafasan.

Penanganan bagi penderita
Sampai saat ini belum ada obat yang mampu menyembuhkan rabies. Vaksin yang ada yaitu yang dicikalbakali oleh Pasteur, hanya mampu mencegah kematian bila virus rabies belum sempat menyerang susunan syaraf pusat.
Oleh karena itu tindakan pencegahan satu-satunya usaha untuk menghindari penyakit ini. Kalau anda memelihara hewan yang bisa menyebarkan rabies, terutama anjing dan kucing, bawalah ke dokter atau dinas peternakan setempat untuk diberi vaksin anti rabies. Sekarang ini terdapat berbagai vaksin anti rabies dengan daya lindung bervariasi antara 1 sampai 3 tahun. Vaksin rabisin yang sukses digunakan sebagai penanggulangan anti rabies di Lima, misalnya, mempunyai daya lindung 3 tahun.
Vaksinasi pada manusia hanya diberikan pada orang yang mendapat gigitan hewan pengidap rabies atau orang yang karena pekerjaannya mempunyai resiko tinggi terkena rabies yaitu dokter hewan, petugas kebun binatang atau penjinak binatang.

Cara pencegahan
Kalau anda bertemu dengan hewan yang dicurigai menderita rabies, jangan panik. Walau kelihatan liar, hewan tersebut hanya menyerang kalau dirangsang, misalnya kalau anda lari. Menjauhlah dengan diam-diam dan usahakan tangkap binatang tersebut atau laporkan pada dinas pertanian/ peternakan setempat.
Kalau anda terlanjur digigit hewan tersebut, sebagai pertolongan pertama, cuci luka gigitan dengan air dan sabun atau zat-zat pelarut lemak lainnya selama 10-15 menit. Pencucian luka ini dimaksudkan untuk mengurangi dosis virus yang masuk melalui luka karena virus rabies banyak mengandung lemak yang larut oleh sabun. Kemudian luka dibersihkan dengan air yang bersih dan diberi antiseptik seperti bethadine atau yodium tintur. Lalu segera pergi ke dokter/puskesmas untuk diberi suntikan vaksin anti rabies (VAR) atau kombinasi suntikan vaksin anti rabies dan serum anti rabies menurut indikasinya.
Mereka yang mendapatkan pengobatan Pasteur dianjurkan untuk tidak melakukan olah raga berat, makan makanan yang merangsang, minum minuman yang mengandung alkohol serta memperoleh pengobatan dengan preparat Cortico-steroid. Ini dimaksudkan agar daya proteksi yang dihasilkan oleh vaksin anti rabies dapat mencapai basil yang optimal.

Masalah yang dihadapi dalam menanggulangi rabies
Walau pemerintah giat melakukan usaha pencegahan rabies dengan memberikan vaksin rabies secara cuma-cuma, mengadakan penyuluhan, pengamatan dan pemantauan penyakit serta pengawasan lalu lintas hewan, rabies belum bisa diberantas secara tuntas. Sebabnya antara lain:
— Jumlah populasi hewan rentan rabies khususnya anjing dan kucing untuk daerah tertular sangat banyak sehingga vaksinasi belum bisa menjangkau semuanya. Eliminasi anjing tanpa pemilik masih bisa dilaksanakan, namun eliminasi kucing masih sulit karena adanya faktor sosial-budaya masyarakat Indonesia. Dengan demikian bila tidak dicari alternatif lain untuk menekannya, populasi kucing akan terus berlipat ganda.
— Intensitas lalu lintas baik hewan maupun manusia antar daerah makin ramai dan lancar hingga memperbesar konsekuensi masuknya hewan rentan rabies ke daerah lain.
— Kesadaran masyarakat masih kurang. Masih banyak masyarakat pemelihara anjing yang membiarkan anjingnya berkeliaran hingga mengundang bahaya penularan rabies. Kesadaran melapor kepada dinas peternakan tiap kali ada penggigitan hewan tersangka rabies, juga masih rendah sehingga sukar dipantau berapa kasus yang sebenarnya.
— Pemberian penenang pada anjing belum dapat dilaksanakan secara menyeluruh di Daerah Tingkat II. Atas dasar itu, penanggulangan rabies tidak hanya menjadi tugas pemerintah tetapi juga masyarakat. (R-3)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar