Laman

Rabu, 24 Februari 2010

Merokok Pasif Bisa Cetuskan Asma Pada Anak-anak

Mingguan MIMBAR KARYA, 1 Juli 1990

ASMA merupakan penyakit menahun yang paling sering ditemukan pada masa kanak-kanak. Sebagian besar survai yang dilakukan di negara maju menyebutkan bahwa penyakit ini diderita 10-15 persen dari anak-anak usia sekolah. Angka ini mungkin berkurang pada daerah-daerah pedesaan di negara berkembang, namun di daerah perkotaan angkanya kurang lebih sama, baik di negara maju maupun negara berkembang.
Asma lebih sering ditemukan pada anak-anak dibanding orang dewasa, dan lebih banyak pada anak laki-laki dibanding perempuan, kata Dr Simon Godfrey, ahli penyakit pernapasan anak dari RS Universitas Hadassah, Yerusalem, Israel, dalam simposium asma pada anak akhir bulan lalu di Surabaya. Sayangnya, karena anak-anak yang menderita bukan orangtuanya, masalah ini sering luput dari perhatian.
Sebagian besar anak menderita penyakit ini dalam bentuk yang ringan. Namun kajian epidemiologis menyebutkan bahwa 25 persen anak-anak penderita asma (2,5 persen dari seluruh anak) akan membutuhkan pengobatan terus-menerus selama beberapa waktu. Untunglah, kata Godfrey, kematian karena asma relatif jarang pada anak-anak. Namun, sejumlah kajian memperlihatkan kenaikan angka kejadian asma tahun-tahun belakangan ini. Juga ada petunjuk meningkatnya kematian karena asma.
Kematian karena asma disebabkan terutama oleh kurangnya kesadaran akan parahnya masalah ini oleh pasien yang bersangkutan, keluarganya, serta dokternya, ditambah dengan pengobatan yang tak memadai, tambah Godfrey.
Dalam simposium mengenai penyakit paru obstruktif menahun (PPOM) yang diadakan di Jakarta dan Surabaya, awal November lalu, Dr. K. Knol, guru besar pulmonologi anak-anak pada Universitas Groningen Belanda, mengatakan pentingnya mempertimbangkan kemungkinan asma anak-anak kecil yang sering mengi (napas berbunyi) ditambah sulit bernapas dan batuk. Hal ini pertu dilakukan karena dalam patofisiologi asma dan bronkitis kronik, abnormalitas berkembang berangsur-angsur dan bisa menjadi kerusakan paru dan emfisema.
Kecenderungan pada asma dan bronkitis sebagian ditentukan oleh keturunan. Sedikitnya ada dua hal yang diturunkan, yaitu alergi dan hiperreaktivitas bronkhus (pipa napas). Menurut Knoll berdasarkan beberapa kajian, gejala-gejala asma menghilang atau berkurang hanya pada sekitar 50 persen pasien. Dan sebagian dari mereka yang bebas gejala masih memiliki hiperreaktivitas bronkhus. Jadi prognosis atau ramalan mengenai asma masa kanak-kanak itu tidaklah secerah yang diperkirakan sebelumnya, tambah Knol.

Serangan
Apakah yang terjadi pada waktu serangan asma? Kita lihat dulu cara kerja paru-paru. Batang tenggorok (trakea) bercabang dua menjadi bronkhus, masing-masing satu untuk setiap paru. Bronkhus bercabang lagi menjadi pipa-pipa yang lebih kecil, yaitu bronkhiolus. Bronkhiolus berakhir sebagai kantung-kantung udara yang sangat kecil (alveolus/alveoli). Bronkhi dan bronkhiolus mempunyai permukaan yang basah (membran mukosa).
Dalam keadaan normal udara akan masuk dan keluar paru-paru dengan mudah waktu Anda bernapas. Pada waktu serangan asma ada tiga hal yang dapat menimbulkan gangguan pada proses tersebut, yaitu otot dinding bronkhiolus berkontraksi (disebut spasme bronkhus), permukaan bronkhiolus membengkak, dan membran mukosa menghasilkan lendir yang berlebihan.
Ketiga hal itu mengurangi ruangan di dalam bronkhiolus, membatasi arus udara yang masuk dan keluar paru-paru. Ini akan membuat pernapasan berbunyi dan lebih sukar. Kesuiitan bernapas ini terutama pada waktu orang mengeluarkan napas. Karena udara keluar lebih sukar dibanding yang masuk, udara akan terperangkap dalam alveoli, sehingga menimbulkan rasa lebih sesak di dada.
Paru-paru penderita asma tampaknya sensitif terhadap benda-benda tertentu yang tidak berpengaruh pada orang normal lain. Sensitivitas itu berbeda-beda, baik menurut bendanya maupun waktunya. Bisa saja pada saat tertentu penderita asma sensitif pada benda yang biasanva tidak menimbulkan reaksi apa-apa padanya.
Faktor pencetus asma antara lain alergi (pada tepung sari, jamur, debu rumah, tungau, bulu binatang, atau beberapa jenis makanan), olahraga (disebut exercise-induced asthma/EIA), infeksi saluran napas, iritasi oleh beberapa bahan (seperti asap rokok, udara dingin, udara kotor dan uap kimia), dan waktu (malam hari).
Knol mengatakan, banyak orangtua dan dokter di Eropa meremehkan pengaruh merokok pasif (bukan perokok tetapi menghisap asap rokok dari orang lain) pada anak-anak dengan asma dan bronkitis kronik. Beberapa kajian memperlihatkan bahwa anak-anak dari keluarga yang orangtuanya perokok lebih sering dan lebih parah menderita gejala pernapasan seperti batuk dan mengi dalam dua tahun pertama kehidupannya, dibandingkan dengan anak-anak dari keluarga bukan perokok.

Pengobatan
Ada banyak obat dari beberapa jenis yang tersedia untuk penderita asma. Jenisnya adalah bronkhodilator, natrium cromoglycate, ketotifen, steroid atau kortikosteroid, serta mukolitik. Bronkhodilator bekerja untuk melebarkan saluran bronkhial. Natrium cromoglycate adalah obat anti alergi yang berguna untuk mencegah serangan, tetapi tidak berguna bila serangan telah terjadi. Cara kerja ini hampir sama dengan ketotifen yang juga untuk mencegah serangan. Steroid atau kortikosteroid sangat efektif untuk mengatasi inflamasi pada bronkhiolus yang terjadi pada serangan asma, namun golongan obat ini tidak dapat mencegah kontraksi otot dan penyempitan bronkhiolus. Mukolitik bekerja menghancurkan dahak kental yang terbentuk selama serangan asma.
Obat asma dapat berbentuk pil atau sirup, juga bentuk yang dihisap. Cara inhalasi, menurut Dr Nicholas J Gross - guru besar kedokteran Stritch-Loyola School of Medicine, Illinois, AS vang juga memberi ceramah pada simposium PPOM di Jakarta dan Surabaya merupakan cara yang terbaik. "Obat masuk langsung -ke tempat yang membutuhkannya, yaitu di paru-paru, Efeknya pun sangat cepat, dalam beberapa menit sudah terasa. Kalau melalui oral, berupa pil harus diserap dulu, lalu ke peredaran darah. Dan dibanding dengan inhalasi Anda harus menelan lebih banyak obat karena hanya sebagian kecil yang ke paru-paru, sedang sisanya ke bagian-bagian tubuh yang lain," katanya.
Jadi menurutnya dengan metoda inhalasi lebih efisien dan lebih cepat. Dengan inhaler juga membuat obat tetap steril. Namun harganya juga lebih mahal dibanding bentuk tablet. Ini juga suatu masalah, namun dilihat dari pertimbangan-pertimbangan lain inhalasi merupakan cara lebih baik.
Bentuk dengan inhaler merupakan bentuk yang umumnya dipakai untuk asma dan bronchitis di AS, kata Gross. Ia tahu bahwa cara ini jarang digunakan di Indonesia masalahnya mungkin dokter tidak tahu cara pemakaian inhaler, sehingga tidak memberikannya pada pasiennya. Janganlah takut mengggunakan teknik inhalasi katanya(di)

AEROSOL - Inhaler aerosol mempunyai cara pemakaian yang harus dikuasai penderita asma yang memakainya. Mula-mula lepaskan penutup debu, dan kocok inhaler tersebut. Hembuskan napas melalui mulut, lalu masukkan moncong inhaler sedalam mungkin ke mulut, dan katupkan bibir rapat-rapat, Tariklah napas, perlahan-lahan dan sedalam mungkin melalui mulut, dan pada saat yang sama tekanlah botol logam ke dalam adaptor (tindakan ini akan melepaskan sejumlah aerosol yang terukur). Lepaskan tekanan pada botol logam, lalu keluarkan alat dari dalam mulut. Tahan napas selama 10 detik; kemudian keluarkan perlahan-lahan melalui hidung. Jika dibutuhkan lebih dari satu kali pemakaian, pasien harus menunggu selama satu menit. sebelum menghirup lagi. Pasang kembali penutup debu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar