Laman

Senin, 01 Februari 2010

KEJANG PADA ANAK

Mingguan MIMBAR KARYA, Minggu I Desember 1991

Kalau anak Anda mengalami kejang-kejang (stuip) segeralah membuka semua pakaiannya agar ia dapat bernafas dengan leluasa. Masukkan gagang sendok yang telah dibalut sapu tangan bersih ke dalam mulut agar jalan nafasnya terbuka dan lidah tidak tergigit sewaktu kejang. Untuk menurunkan suhu badan, si anak "dimandikan" atau diseka dengan alkohol berkadar 70%. Kalau tidak ada alkohol, bisa juga kepala anak dikompres dengan air dingin atau es, atau segera diberi obat penurun panas.
Apabila anak menderita kejang pertama kali, biasanya orang tua cemas sekali. Memang ada alasannya dan seyogyanya anak segera dibawa ke dokter, lebih-lebih kalau anak berumur kurang dari 6 bulan atau di atas 4 tahun.
Kejang merupakan gejala yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dari yang bersifat ringan seperti radang tenggorokan sampai yang berat seperti radang otak, tumor otak dan sebagainya. Namun yang paling sering dijumpai pada anak-anak adalah kejang demam sederhana. Limapuluh persen anak yang mengalami serangan kejang pertama pada umur di bawah lima tahun menderita kejang demam sederhana. Demikian menurut dr.Tatang Kustiman dari RS Sumber Waras.

Dua macam kejang
Ada dua golongan kejang demam, yaitu kejang demam sederhana dan kejang yang timbul pada anak yang memang memiliki penyakit epilepsi (ayan). Kejang pada penderita epilepsi ini bisa muncul antara lain karena adanya serangan demam. Epilepsi ini terjadi lebih banyak karena faktor keturunan, meski sampai saat ini belum diketahui bagaimana cara penurunannya.
Kadang-kadang sulit dibedakan apakah anak mengalami kejang karena demam ataukah epilepsi. Untuk mengetahuinya memerlukan pemeriksaan dokter lebih lanjut.
Pada umumnya kejang demam (sederhana) sering timbul pada anak berusia 6 bulan - 4 tahun. Kejang yang dialami oleh anak di bawah 6 bulan, sering disebabkan oleh trauma kelahiran, termasuk karena kekurangan oksigen pada bayi baru lahir, perdarahan otak atau kelainan otak bawaan.
Kejang pada anak di atas usia empat tahun lebih sering disebabkan oleh epilepsi, kerusakan otak, infeksi otak, sementara infeksi akut di luar otak kian jarang menjadi penyebabnya.
Timbulnya serangan kejang demam adalah akibat terjadinya kenaikan suhu tubuh yang tinggi dan cepat. Kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan kejang ini bisa tinggi atau hanya 38oC saja. Naiknya suhu tubuh biasanya disebabkan karena infeksi di luar susunan syaraf pusat (otak) seperti radang tonsil (amandel), radang telinga bagian tengah, bronkitis, bisul dan kadang-kadang karena mencret akibat virus.
Mengapa seorang anak mengalami kejang bila demam menyerang, sedangkan anak lain tidak, hingga kini belum dapat diterangkan dengan jelas. Banyak teori diajukan, di antaranya menyatakan bahwa ambang rangsang kejang secara individu berbeda, pada tiap anak, dan ambang rangsang ini menurun bila suhu tubuh meninggi. Jadi seorang anak akan mengalami kejang atau tidak tergantung pada tinggi rendahnya ambang rangsang kejang ini.

Akibat "korsluiting"
Untuk mempertahankan fungsi dan kelangsungan hidupnya, sel otak memerlukan energi, terutama berasal dari hasil pembakaran glukosa oleh oksigen yang berasal dari paru-paru. Pada keadaan demam kenaikan suhu tubuh sebesar 1oC akan menyebabkan kenaikan metabolisme basal sebanyak 10 - 15%, sementara itu kebutuhan oksigen pada otak naik sebesar 20%.
Pada anak kecil (kurang lebih 3 tahun) aliran darah ke otak mencapai 65% dari aliran seluruh tubuh, sedangkan pada orang dewasa hanya 15%. Dengan demikian pada anak-anak, kenaikan suhu tubuh lebih mudah menimbulkan gangguan pada metabolisme otak. Ini akan mengganggu keseimbangan sel otak yang dapat menyebabkan terjadinya lepas muatan listrik yang akan menyebar ke seluruh jaringan otak. Akibat terjadinya "korsluiling" inilah anak menjadi kejang-kejang.
serangan kejang biasanya timbul pada 16 jam pertama setelah kenaikan suhu tubuh dan biasanya pula kejang berlangsung kurang dari 10 menit. Kejang terjadi pada seluruh bagian tubuh dan pada umumnya akan berhenti dengan sendirinya setelah mendapat pertolongan pertama. Setelah kejang berhenti anak dengan cepat menjadi normal kembali, walaupun kadang-kadang untuk sesaat anak tidak memberikan reaksi apapun dan tampak mengantuk. Setelah beberapa menit anak terbangun dan sadar kembali.
Memang, kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) dapat mengakibatkan kerusakan otak. Bila kerusakan itu terjadi pada otak daerah temporalis (kanan-kiri pelipis), ini dapat menjadi pusat terjadinya serangan epilepsi spontan di kemudian hari. Kejang juga bisa berakibat fatal bila berlangsung lama dan terus menerus, sebab hal ini dapat mengganggu peredaran darah ke otak, terjadinya kekurangan oksigen, keseimbangan air dan elektrolit dengan akibat oedema (pembengkakan otak). Oleh sebab itulah pertolongan dokter perlu lebih diminta.
Akan tetapi pada umumnya kejang demam yang berlangsung dalam waktu singkat sama sekali tidak menimbulkan kerusakan otak yang dapat membahayakan jiwa anak dan juga tidak menimbulkan gejala sisa seperti mental anak jadi terbelakang, kelainan
kecerdasan atau cerebral palsy (kelumpuhan otak).
Apabila kejang demam kemudian disusul dengan terjadinya kejang tanpa demam (epilepsi) kemungkinan terjadinya retardasi mental menjadi lima kali lebih besar daripada anak yang hanya mengalami kejang demam sederhana.
Berbeda dengan anak yang memang mengidap epilepsi, anak yang pernah mengalami kejang lagi setelah berusia 4-6 tahun.
Dari basil penelitian diketahui kemungkinan kejang terulang kembali pada anak berusia kurang dari 13 bulan sebesar 30% untuk anak laki-laki, sedangkan untuk anak perempuan lebih besar lagi, yaitu 50%. Pada anak berusia 13 bulan-3 tahun dengan anggota keluarganya pernah mengalami kejang, kemungkinan berulangnya sebesar 50%, sementara anak yang keluarganya tidak ada yang pernah mengalami kejang kemungkinannva hanya 25%. Biasanya perulangan ini terjadi pada 6 bulan pertama setelah serangan kejang yang terakhir.

Usaha pencegahan
Untuk mencegah agar anak tidak menjadi kejang, yang terpenting, secepat mungkin menurunkan suhu badan anak atau mencegah agar anak yang sedang menderita sakit, panas badannya tidak meninggi, misalnya dengan mengompres kepala anak atau memberi obat penurun panas.
Untuk mengurangi kemUngkinan terserang kejang demam sederhana, bisa juga anak diberi obat pencegah kejang terutama kepada anak yang pernah mengalaminya, mengingat kejang demam bisa muncul lagi. Obat yang terdiri atas obat antikejang dan penurun panas itu diberikan pada saat anak menderita demam saja. Obat ini biasanya berupa phenobarbital atau diazepam yang diperoleh dari dokter.
Namun, obat ini tidak sepenuhnya menjamin anak tidak akan terserang kejang, sebab kejang demam sederhana baru timbul pada 16 jam pertama setelah terjadi demam dan juga kejang dapat timbul meskipun anak suhu tubuh tidak terlalu tinggi. Jadi meskipun anak sudah diberi obal antikejang, ada kemungkinan anak tetap terserang. Obat ini sebaiknya tidak diberikan lagi setelah anak berusia sekitar empat tahun, karena kemungkinan timbulnya kejang demam lagi sangat kecil.
Tidak selamanya kenaikan suhu tubuh pada anak diikuti kejang, lebih-lebih pada anak yang belum pernah mengalami kejang demam dan atau tidak ada anggota keluarganya pernah terserang kejang demam. Karena itu anak ini tak perlu diberi obat antikejang.
Berbeda dengan kejang demam sederhana, anak yang ternyata mengidap epilepsi atau mengalami kelainan saraf, seperti retardasi mental atau kelumpuhan otak, perlu diberi obat antikejang seetiap hari dalam Waktu lama (profilaksi jangka panjang) untuk mencegah timbulnya kejang.
Bagaimanapun tindakan pencegahan lebih baik daripada pengobatan. Namun, lebih sempurnalah apabila setelah mengalami kejang, anak lekas dibawa ke dokter untuk melacak lebih jauh apakah di balik kejang itu anak mengidap penyakit yang berbahaya atau tidak. (Mk/Is).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar