Laman

Rabu, 01 Juli 2009

Analisis situasi kesehatan wanita

Oleh:
Dra Pinky S. Wisjnubroto
Dept. Antropologi Unair, Surabaya
Harian SURYA, 12 Nopember 1992

Akhir-akhir ini kesehatan wanita banyak dibicarakan, baik dalam forum-forum seminar maupun media. Terutama dikaitkan dengan UU Kesehatan. Nampak perhatian masyarakat hanya pada bagian kecil dari permasalahan kesehatan wanita, antara lain Abortus. Ini dimaklumi mengingat kata tersebut masih menjadi pembicaraan kontroversial di Indonesia. Apakah ini indikasi meningkatnya tingkat kepedulian masyarakat pada masalah kesehatan wanita? Ini masih merupakan harapan daripada kenyataan.
Mengapa kesehatan wanita penting diperhatikan? Paling tidak ada 3 faktor, yakni (1) menghadapi masalah kesehatan yang tidak dihadapi pria, menyangkut fungsi biologis, reproduktifnya (haid, melahirkan, menopause), (2) langsung mempengaruhi kesehatan anak yang dikandung dan dilahirkan, (3) penting untuk wanita itu sendiri.
Kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat. Berbagai program kesehatan untuk wanita yang dikaitkan dengan fungsi biologis-reproduktifnya, ternyata tidak banyak melibatkan peranan pria. Kesehatan ibu-anak merupakan tanggung jawab kita, bukan hanya para wanita. Sebagai contoh untuk program keluarga berencana, wanita masih merupakan sasaran utama.
Kesehatan, gizi dan keluarga berencana dimasukkan ke dalam indikator sosial wanita karena dinilai penting untuk melihat kondisi dalam keterbandingan dengan pria (Indikator sosial wanita Indonesia, 1991). Kesehatan wanita sangat komplek dan tidak saja mempunyai dampak terhadap pribadinya saja, tetapi berkaitan dengan anak yang dikandung dan dilahirkan.
Walaupun terjadi penurunan, angka kematian bayi di Indonesia masih menunjukkan angka yang tinggi dibanding negara Asean sekalipun. Angka kematian bayi merupakan indikator out-put kesehatan yang sensitif. Ini mencerminkan derajat kesehatan masyarakat, keadaan lingkungan dan tingkat pelayanan kesehatan.
Berbagai indikator di atas menunjukkan keberhasilan program kesehatan nasional berhubungan dengan kesehatan ibu-anak. Tetapi, terlihat program tersebut mengandaikan semua wanita adalah ibu dan anak. Bagaimana kesehatan wanita yang tidak menikah? Bagaimana kesehatan wanita yang memilih tidak mempunyai anak? Apakah pelayanan kesehatan menjangkau juga permasalahan kesehatan yang mereka hadapi?
Lokakarya nasional Analisa Situasi Wanita, Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Program Peningkatan Peranan Wanita pada 1991 mengidentifikasi 4 butir permasalahan: (1) angka kematian ibu hamil dan bersalin, bayi dan anak tinggi, terkait dengan status kesehatan dan gizi, pendidikan dan pendapatan wanita, kehamilan dan persalinan yang sering dan rapat, beban kerja wanita yang berat, terbatasnya akses terhadap pelayanan kesehatan, kawin muda, dll, (2) status kesehatan dan gizi wanita, bayi dan anak Yang rendah, (3) akses wanita golongan miskin terhadap pelayan an kesehatan terbatas, (4) alat kontrasepsi lebih banyak diarahkan bagi wanita, menyebabkan tanggung jawab wanita dalam ber-KB sangat berat dan berpengaruh negatif terhadap kesehatannya.
Rekomendasi kebijakan yang dirumuskan lokakarya tersebut antara lain: (1) lebih meningkatkan keterpaduan berbagai program di berbagai sektor hingga dapat intensif menanggulangi sebab-sebab langsung dan tidak, kematian ibu dan anak, (2) program peningkatan status kesehatan ibu dan anak agar memperhatikan wanita sebagai pemelihara kesehatan keluarga, juga sebagai penerima/penikmat pelayanan kesehatan, (3) meningkatkan kesadaran dan partisipasi pria dalam program KB dan meningkatkan pelayanan kesehatan wanita sebagai akseptor KB, (4) meningkatkan sarana dan prasarana kesehatan, KB, air bersih, dan sanitasi dan meningkatkan aksessibilitas wanita terhadap pelayanan dan informasi kesehatan, (5) peningkatan partisipasi wanita dalam proses pengambilan keputusan, perencanaan kebijakan di bidang KB dan kesehatan, (6) meningkatkan pengetahuan ibu dan anggota keluarga lain dalam membina tumbuh kembang anak balita secara menyeluruh.
Masih ditemukan perlakuan berbeda antara anak wanita dan pria, terutama berkaitan dengan konsumsi makanan. Biasanya anak wanita mendapat jatah lebih sedikit. Pria dianggap membutuhkan makanan lebih banyak bagi pertumbuhan ototnya. Pria harus tumbuh kuat, karena kelak akan menjadi tulang punggung keluarga.
Konsep pria sebagai pencari nafkah utama adalah hasil pemikiran ideologi paternalistik, masih kuat tertanam pada sebagian besar masyarakat. Akibat pola pikir semacam itu, terdapat diskriminasi terhadap wanita. Pemberian makan yang berbeda antara anak pria dan wanita merupakan contoh diskriminasi tanpa disadari. Anak laki-laki didorong makan banyak sesuai dengan nilai yang ada, laki-laki tumbuh dengan fisik yang kuat. Anak perempuan dicemooh bila makan dalam porsi besar.
Ini juga berkaitan dengan konsep sehat dalam masyarakat, yang berasumsi pria dan wanita berbeda. Konsep sehat bagi wanita seringkali dikaitkan dengan kecantikan. Setiap masyarakat mengembangkan konsep kecantikan maupun kesehatan wanita yang berbeda-beda. Pada beberapa masyarakat kecantikan diindentikkan dengan kelangsingan tubuh. Berbagai upaya untuk menjaga kelangsingan tubuh dilakukan para wanita, kenyataannya justru mengabaikan prinsip kesehatan demi tercapainya bentuk tubuh yang ideal.
Perilaku kesehatan wanita pedesaan menunjukkan kondisi yang berbeda akibat kemiskinan yang ada. Beberapa penelitian menunjukkan, wanita pedesaan lebih banyak yang bekerja karena faktor kemiskinan. Tenaga kerja wanita pedesaan merupakan daya potensial dan pemberi sumbangan ekonomi yang besar terhadap ekonomi rumah tangga. Semakin menyempitnya lahan pertanian menyebabkan peran wanita semakin besar dalam ekonomi rumah tangga, karena kegiatan yang mereka lakukan sejak dulu tidak hanya terikat pada pertanian. Umumnya mereka mengerjakan usaha kerajinan, membuka warung, berdagang, hasilnya dapat mencukupi kebutuhan keluarga.
Data menunjukkan, wanita mempunyai peran besar dalam perekonomian rumah tangga, tetapi keadaan ini justru menunjukkan beratnya beban kerja wanita. Tenaga kerja wanita harus bekerja lebih berat daripada pria karena ia tetap harus mengerjakan tugas-tugas rumah tangga. Beratnya beban kerja wanita mempengaruhi kondisi kesehatan mereka. Sebuah kasus dalam masyarakat nelayan menunjukkan, terdapat pembagian kerja yang jelas antara pria dan wanita. Pria menangkap ikan dan wanita mengolah serta memasarkan hasil tangkapan. Karena ikan adalah produk yang mudah rusak dan tidak mudah disimpan tanpa teknik yang canggih untuk pengeringan dan pembekuan, peranan wanita menstabilkan ekonomi pada beberapa masyarakat penangkap ikan. Pria hanya kadang-kadang menangkap ikan, sedang wanita bekerja sepanjang tahun.
Apabila peran wanita dianggap sangat penting dalam membantu perekonomian rumah tangga, seharusnya kondisi kesehatan wanita ditingkatkan. Diharapkan partisipasi angkatan kerja wanita semakin besar. Wanita harus dilihat tidak saja sebagai ibu, sumber daya potensial dalam masyarakat. Tanpa bermaksud mengabaikan peran wanita sebagai ibu, yang menjadi sasaran program kesehatan nasional, sudah saatnya perbedaan jenis kelamin tidak terlalu ditonjolkan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Karena baik pria maupun wanita merupakan sumberdaya potensial yang seharusnya diperlukan sama dalam masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar