Laman

Sabtu, 19 Juni 2010

Pembangkit Energi Pompa Air Pedesaan

Harian KOMPAS, Minggu, 1 Maret 1992

INDONESIA dengan jumlah penduduk sekitar 185 juta jiwa hampir 80 persen bertempat tinggal di pedesaan, yang sebagian besar belum, terjangkau oleh fasilitas air bersih (baca: air minum). Sebagai salah satu kebutuhan primer kehidupan umat manusia, keterbatasan sarana air bersih sering merupakan sumber malapetaka berjangkitnya penyakit diare, muntah-muntah, gangguan kulit, atau penyakit lainnya. Kejadian seperti ini kerapkali dijumpai di pedesaan pada musim kemarau, dan tak jarang merenggut korban jiwa.
Secara mendasar air bisa diperoleh dari tiga sumber, berupa air hujan, air tanah dan air permukaan.
Di pedesaan yang mengandalkan air hujan sebagai sumber air minum sering dijumpai penduduk melakukan penampungan air cucuran atap. Di daerah yang tergantung dari sumber air tanah, pengadaan air dilakukan dengan alat pengangkat untuk memindahkan air ke permukaan. Cara ini sangat dipengaruhi oleh kedalaman sumber air. Di tempat yang kondisi sumber airnya tidak mendukung masih banyak dijumpai kebutuhan air masyarakat diperoleh dari air permukaan, di mana kualitas air sangat diragukan memenuhi persyaratan kesehatan. Pada umumnya air permukaan sudah sangat tercemar oleh kotoran atau limbah, baik dalam bentuk limbah rumah tangga, industri, atau pertanian.
Bertitik tolak pada keberadaan sumber air tersebut pengadaan air bersih untuk kebutuhan air minum pada masyarakat di pedesaan, pilihan yang cocok adalah memanfaatkan sumber air tanah, karena dari segi kebersihan
ataupun kontinuitas, sumber air tersebut bisa diandalkan. Problema yang dihadapi di sini adalah harus tersedianya alat pengangkat berupa pompa air, baik manual maupun yang memakai tenaga listrik.
Pompa manual mempunyai kendala pada kedalaman pemompaan sangat terbatas. Alternatif lain-lain menggunakan pompa tenaga listrik. Tetapi menurut data yang diterbitkan oleh Bakoren '91 jaringan tenaga listrik pada tahun anggaran 1991/1992 baru akan menjangkau 6.290 desa dari sekitar 65.000 desa di Indonesia. Terlihat di sini pemakaian pompa listrik akan sangat terbatas karena jangkauan PLN belum memungkinkan. Di lain pihak kemampuan masyarakat pedesaan untuk mengadakan pembangkit listrik sendiri sangat terbatas. Kenyataan ini memacu para peneliti mencari sumber energi alternatif yang murah dan gampang diperoleh.

Kolektor Tube Ruang Hampa
Teknologi kolektor 10 tahun terakhir ini makin bertambah maju, penelitian dan pengembangannya makin mendapat dukungan oleh lembaga-lembaga penelitian, terutama di negara maju seperti Jerman, Jepang dan Amerika Serikat.
Kolektor tube ruang hampa, salah satu tipe kolektor plat datar yang berfungsi sebagai pengumpul panas matahari.
Dengan memanfaatkan efek perpindahan panas, energi panas matahari yang terkumpul digunakan untuk menguapkan media kerja. Dengan mengekspansikan tenaga uap bertekanan ini ke motor, maka akan dihasilkan tenaga gerak mekanik, yang bisa dimanfaatkan sebagai penggerak pompa air.
Keuntungan yang didapat dari teknologi kolektor tube ruang hampa adalah akan selalu dihasilkan energi panas sebagai sumber energi selama matahari bersinar. Dengan teknologi ini diharapkan lokasi atau daerah yang belum disentuh jaringan listrik PLN dapat memanfaatkan sumber gratis yang diberikan oleh alam yaitu matahari.
Semenjak tahun 1987 Unit Pelaksana Teknis Laboratorium Sumber Daya dan Energi BPP Teknologi bekerja sama dengan Direktorat Air Bersih PU, P2AT-PU, Bappeda TK I NTB dan TUEV-Rheinland melakukan penelitian pemanfaatan kolektor tube ruang hampa pada penerapan pompa panas tenaga surya (PPTS) di lima lokasi di Pulau Lombok. Masing-masing satu unit dipasang di Desa Jambek, Mangkung Kawo di Lombok Tengah dan di Desa Dusan Baru dan Labuhan Lombok di Lombok Timur.
Pemilihan lokasi tersebut atas dasar data lapangan, bahwa air bersih masih sangat rawan bagi penduduk setempat dan fasilitas listrik masih sangat terbatas. Kondisi daerah sangat kering dan matahari hampir tersedia sepanjang tahun. Menurut data, daerah ini hanya mempunyai musim hujan dua bulan dalam setahun.

Unit terinstalasi
Perangkat keras PPTS yang diinstalasi di Pulau Lombok dirancang untuk memenuhi kebutuhan pengadaan air bersih daerah pedesaan yang berpenduduk antara. 500-2000 jiwa.
Dengan menggunakan 240 kolektor tube ruang hampa tipe VTR 361, PPTS mampu menghasilkan tenaga keluaran sebesar 1 KW-hidraulik pada radiasi matahari 1000 watt/m2. Jumlah radiasi matahari sangat mempengaruhi kinerja PPTS. Dalam memompa air pada kedalaman air antara 20-40 meter jumlah air yang dipompa bisa mencapai 60.000 liter/hari. Dengan memanfaatkan gaya gravitasi, air bersih yang dihasilkan oleh PPTS didistribusikan kepada penduduk perkampungan terdekat.
Jarak yang dijangkau oleh sistem distribusi gravitasi ini mencapai tiga km dari lokasi unit PPTS terintalasi. Dengan menggunakan bak penampung bervolume delapan m3 pada tiap-tiap kampung, penduduk setempat mengatur pengambilan air melalui keran air yang disediakan. Berdasarkan pengamatan di lapangan penduduk Secara umum mengambil air rata-rata tiga kali sehari, yaitu pagi hari untuk kebutuhan masak, Siang hari untuk mencuci, dan menjelang magrib untuk mandi.
Hasil evaluasi dari tahun 1987-1991 menunjukkan bahwa sistem PPTS yang diuji kaji pada lima lokasi di Pulau Lombok secara teknologi cukup handal dan bisa dikategorikan sebagai teknologi tepat guna dalam arti mampu memecahkan suatu masalah, dalam hal ini pengadaan air bersih. Ditinjau dari segi ekonomis harga awal teknologi PPTS saat ini memang masih mahal. Harga yang ditawarkan oleh industri dalam negeri sekitar Rp. 120.000.000 (seratus dua puluh juta rupiah) per unit, di mana 30 persen dari harga tersebut merupakan harga kolektor tube ruang hampa. Harga satuan ini merupakan harga yang masih berbau penelitian dan pengembangan dari sistem tersebut. Menurut studi yang dilakukan oleh BPP Teknologi harga bisa diturunkan menjadi Rp 90.000.000 (Sembilan puluh juta rupiah) bila permintaan sudah melebihi 100 unit PPTS.
Dengan rata-rata radiasi 4,5 kWh per hari, masing-masing unit PPTS di Pulau Lombok menghasilkan air antara 20.000-60.000 liter air per hari dari kedalaman 20-40 meter. Efisiensi unit PPTS berkisar antara 2,5-3,5 persen.
Mengingat uji kaji PPTS melibatkan beberapa instansi baik pemerintah ataupun swasta, satu hal yang harus diperhatikan adalah koordinasi, sehingga hambatan birokrasi bisa diminimalkan dan tujuan untuk membantu masyarakat pedesaan lebih diberi penekanan.
(N. Suharta, koordinator Proyek Renewable Energy Indonesia — LSDE BPP Teknologi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar