Laman

Senin, 08 Juni 2009

Pilih Deterjen atau Sabun?

* Jangan Terpengaruh Gencarnya Iklan
Kompas 10 April 1994, halaman 12

TAK kurang dari delapan merek sabun dan deterjen yang dijual di pasaran. Orang dengan mudah mendapatkan berbagai merek deterjen dan sabun itu di pasar swalayan maupun di warung pinggir jalan, dengan variasi kemasan mulai dari sekali pakai sampai yang berisi dua kilogram.
Deterjen dan sabun kini sudah menjadi salah satu kebutuhan pokok sebagian besar orang Indonesia. Di kota-kota besar terutama, orang mencuci pakaian dengan menggunakan deterjen, hanya sebagian kecil saja yang masih menggunakan sabun batangan. Kalaupun sabun dipakai, umumnya tetap dicampur dengan menggunakan deterjen. Deterjen tetap menjadi bahan utama pencuci pakaian, untuk merendamnya. Kalau dengan deterjen dirasakan baju belum bersih, barulah sabun digunakan.
Padahal, kata Cacik Awananto, dari Bidang Penelitian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), penggunaan deterjen tak lalu berarti hasil cucian lebih bersih dibanding kalau kita menggunakan sabun cuci biasa. "Orang sering terkecoh dengan busa yang dihasilkan deterjen. Banyaknya busa itu sebenarnya bukanlah faktor yang menentukan lebih bersih tidaknya cucian," tandasnya.
Sabun batangan biasa meski tak menghasilkan busa semelimpah deterjen, tetapi tetap mempunyai daya pembersih yang cukup baik. Di samping itu, sabun batangan pun relatif lebih aman dipakai. "Pemakaian sabun biasanya tak memberi masalah, meski untuk mereka yang berkulit sensitif sekalipun. Tetapi dengan deterjen, ada konsumen yang mengeluh iritasi pada kulit kaki dan tangan," kata Cacik.
Ditambahkannya, sabun fungsinya hanya melarutkan kotoran yang menempel baik di pakaian maupun di tangan. Tidak sampai mengganggu kulit. Sementara deterjen pengaruhnya selain melarutkan kotoran, juga mampu menembus sampai ke lapisan lemak kulit. Lapisan lemak kulit yang berfungsi mencegah masuknya zat-zat dari luar itu pun jadi teriritasi.

Perbedaannya
Kini sabun batangan kurang populer dibanding deterjen. Apalagi iklan berbagai merek deterjen biasanya sangat gencar, disertai berbagai hadiah, sehingga konsumen pun menjadi terpengaruh. Mereka lalu meninggalkan sabun dan beralih ke deterjen. Meski kegunaan deterjen dan sabun sama, yaitu sebagai alat pembersih, namun bahan yang dikandung keduanya berbeda.
Dalam Warta Konsumen disebutkan deterjen terbuat dari bahan kimia yang merupakan hasil samping penyulingan minyak bumi (benzene sulfonat), ditambah bahan kimia seperti senyawa fosfat, silikat, zat pewangi, pewarna dan bahan lainnya. Bentuk deterjen bisa serbuk, cairan maupun krem, dan menghasilkan banyak busa. Umumnya dipakai membersihkan pakaian dan perabot rumah tangga.
Sedang sabun dibuat dari minyak nabati atau hewani yang dicampur dengan bahan kimia natrium atau kalium hidroksida, zat pewangi, zat pewarna dan bahan lainnya. Sabun umumnya berbentuk batangan (padat), kurang menghasilkan busa, dan dipakai selain untuk mencuci pakaian dan perabot rumah tangga, juga bisa untuk membersihkan tubuh.
Menurut Cacik, sabun sudah dikenal sejak abad 19. Karena sifatnya yang mampu melarutkan lemak maupun kotoran, maka sabun pun lalu menjadi salah satu kebutuhan pokok rumah tangga. Sedang deterjen dikenal setelah Perang Dunia II. "Hampir pada setiap merek deterjen sekarang ini disebutkan bahan unggulan yang dikandungnya. Antara lain ada yang menyebutkan mengandung biolite, LAS (linear alkyl sulfonat), atau enzim yang dapat membersihkan dengan sempurna," ujarnya.
Namun apa yang dimaksud dengan bahan tersebut, kelebihan dan kekurangan serta akibatnya bagi manusia maupun lingkungan, tak diuraikan dalam kemasan produk. "Dari basil wawancara dengan konsumen, mereka umumnya tak tahu apa kegunaan bahan unggulan dalam deterjen itu. Pemilihan produk dipertimbangkan terutama dari harganya, dan juga ingin mencoba karena terpengaruh iklan. Konsumen juga tidak yakin apakah deterjen yang mencantumkan bahan unggulan memang mampu membersihkan cucian lebih baik dari yang tidak ada bahan unggulannya," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar